Assalamu Alaikum Wr. Wb.

Jumat, 23 Desember 2011

kisah Umar bin Khottob tentang isteri

Adakah Isteri Yang Tidak Cerewet ?    
renungan untuk suami-suami 
  
Sulit menemukannya
Dan berbahagialah jika kita sebagai lelaki mempunyai isteri yang mampu “bercerewet”, mengomel
dan banyak omong.
Bahkan Khalifah Umar bin Khattab pun mempunyai isteri yang cerewet, yang melebihi cerewetnya
isteri-isteri  sahabat  yang  lain  dan  Sang  Khalifahpun  ketika  isterinya  sedang  bercerewet,  maka
beliaupun  hanya  bisa  berdiam  diri,  tak  satupun  kata-kata  keluar  dari  mulut  beliau  dan  hanya
mendengarkan isterinya yang sedang gundah.
Dan Sang Khalifahpun tak pernah mengeluh.

Mengapa seorang Khalifah Umar bin Khattab yang sangat disegani oleh lawan maupun kawan, hanya
bisa berdiam diri ketika isterinya bercerewet ?
Mengapa ia hanya mendengarkan, padahal di luar sana, ia selalu tegas pada siapapun ?

Karena  Umar  bin  Khattab  akan  selalu  ingat  akan  5  (lima)  hal  tentang  peran  isteri  terhadap
kelangsungannya sebagai seorang lelaki, yakni :



Sebagai benteng penjaga api neraka
Sebagai  lelaki,  umumnya  kita  tidak  bisa  menundukkan  pandangannya,  selalu  mata  kita “jelalatan”
menebar  pandangannya,  menikmati  tubuh-tubuh  perempuan  di  sekitarnya,  timbul  darah  yang
mendesir, bergolak dan bergelegak, hingga membangkitkan syahwat.
Dan inilah kelemahan lelaki.

Maka, adalah sang isteri yang (Insya Allah) akan selalu berada di sisi kita sebagai lelaki, yang akan
mampu menjadi ladang dan sawah bagi laki-laki untuk menyemai benih, menuai buah di kemudian
hari. 
Dan, kepada sang isteri inilah satu-satunya tempat untuk mengalirkan syahwat kita, biar lepas dan
bukan adzab yang kelak kita terima 
Bersyukurlah kita sebagai lelaki, karena kita malah mendapatkan dua kenikmatan dunia dan akhirat.

Ketika  kita  terpikat pada liukan  perempuan yang  lewat di  hadapan kita dengan  mengobarkan api
syahwat yang luar biasa, maka kita sebagai lelaki yang sudah beristeri wajib ingat pada isteri, pada
penyelamat yang melindungi dari liukan indah namun membakar gelora kita. 
Bukankah  sang  istri  kitapun  sebenarnya  mampu  memberikan  liukan  yang  lebih  indah  dan 
menggelorakan daripada yang kita lihat beberapa saat yang lalu ?
Bahklan dari sang isteripun kita mampu dibawanya hingga ke “langit biru”, melambungkan raga kita
hingga “langit ketujuh”. 
Lebih  dari  itu,  dari  isteri  yang  sholihah  Insya Allah  akan  selalu  menjadi  penyemangat  kita  dalam
mencari nafkah.

Sebagai pemelihara rumah
Ketika kita sebagai seorang suami dan lelaki yang wajib menafkahi isteri dan anak, yang bekerja dari
pagi hingga sore, terkadang hingga berpeluh atau pulang larut.
Dan  rutinitas  ini,  hampir tiap hari kita  jalani,  tak  peduli  dengan  apapun yang akan  kita diperoleh,
pujian  atau  makian,  prestasi  atau  frustasi,  promosi  ataupun  stagnanisasi,  hingga  tiba  saatnya
mendapatkan rejeki, untuk beli itu dan ini.
Maka, beruntunglah kita mempunyai seorang isteri yang selalu menjaga dan memelihara agar rejeki
yang kita diperoleh dengan keringat, air mata, bahkan darah tak menguap sia-sia 
Ada istri yang siap  menjadi pemelihara selama 24 jam, tanpa bayaran, bahkan dengan cinta, kasih
sayang,  dan  rasa  memiliki  yang  tinggi.    Niscaya  sulit  menemukan  pemelihara  rumah  yang  lebih
telaten daripada istri kita, maka tak ada salahnya kita mendengarkan omelan istri, karena (mungkin)
ia lelah menjaga harta-harta sang suami yang semakin hari semakin membebani.

Sebagai penjaga penampilan
Umumnya laki-laki tak bisa menjaga penampilan, kulit legampun berpakaiannya dengan warna gelap,
dan tubuh yang tambunpun lebih suka dengan baju bermotif besar. 
Antara baju dan celana sering tidak harmoni dan tak sepadan.
Untunglah  kita  sebagai  suami  punya  penata  busana  yang  setiap  pagi  menyiapkan  pakaianannya,
memilihkan  apa  yang  pantas  untuknya,  menjahitkan  sendiri  di  waktu  luang,  menisik  bila  ada  yang
sobek. Suami yang tampil menawan adalah wujud ketelatenan isteri. 

Sebagai pengasuh anak-anak
Suami menyemai benih di ladang istri. 
Benih tumbuh mekar, sembilan bulan lamanya isteri bersusah payah merawat benih hingga lahir anak
dari buah persemaian kita yang menggembirakan. 
Dan tidak berhenti sampai di situ, ia juga merawat  anak kita hingga tumbuh menjawadi besar, kokoh
dan kuat .
Maka, ketika pertumbuhan anak tidak sesuai dengan harapan, maka isterilah yang menjadi tumpuan
kesalahan, akan tetapi jika pertumbuhannya patut dibanggakan, maka kita sebagai lelaki akan maju
terlebih  dahulu  sebagai  orang  tuanya,  seolah-olah  kita  sendiri  mampu  membuatnya  hingga
merawatnya dan tumbuh menjadi besar.
Padahal, siang malam, pagi sore,  dan baik buruknya anak kita beberapa tahun ke depannya tidak
pernah lepas dari sentuhan lembut sang isteri.

Sebagai penyedia hidangan
Pulang  kerja, sebagai  suami  kita akan  memikul  lelah, energi  terkuras  setelah beraktifitas seharian.
Maka kita butuh asupan untuk mengembalikan energi. 
Di meja makan, kita hanya tahu ada hidangan,  dan tak pernah terpikirkan harga bahan makanan
yang  kian  hari  kian  melambung,  tidak  pernah  tahu  bagaimana  isterinya  berdebat  hanya  untuk
menawar  harga  yang  beberapa  rupiah  saja,  tak  perlu  kita  mengiris-iris,  memotong-motong,
menumbuk bahan makanan, tak pernah pusing berapa takaran yang sesuai agar makanan menjadi
lezat.
Yang  kita  tahu  hanya  ada  makanan,  dan  makan,  bahkan  sebegitu  lezatnya  kadang-kadang  tidak
menyisakan buat isteri dan anak-anak kita.
Tanpa kita sadari, isteri kita sebenarnya adalah seorang chef yang handal, seorang koki terbaik untuk
kita sehingga ia mampu mencatat dalam memorinya, makanan-makanan yang disuka oleh kita dan
yang kita benci.

Dengan  mengingat  lima peran  ini,  seorang  Khalifah  Umar  bin  Khattab  kerap  diam  setiap  istrinya
mengomel, barangkali ia capek, mungkin dia jenuh dengan segala beban rumah tangga di pundaknya. 
Istri telah berusaha membentenginya dari api neraka, memelihara hartanya, menjaga penampilannya,
mengasuh anak-anak, menyediakan hidangan untuknya. 
Untuk segala kemurahan hati sang istri, tak mengapa ia mendengarkan keluh kesah buah lelah.

Umar  bin  Khattab  hanya  mengingat  kebaikan-kebaikan  istri  untuk  menutupi  segala  cela  dan
kekurangannya. Bila istri sudah puas menumpahkan kata-katanya, barulah ia menasehati, dengan cara
yang baik, dengan bercanda. Hingga tak terhindar pertumpahan ludah dan caci maki tak terpuji.
Ia tak hanya berhasil memimpin negara tapi juga menjadi imam idaman bagi keluarganya.

Akankah kita sebagai suami masa kini dapat mencontoh perilaku Umar bin Khattab ini ?
 Wallahu A'lam

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites