Adakah Isteri Yang Tidak Cerewet ?
renungan untuk suami-suami
Sulit menemukannya
Dan berbahagialah jika kita sebagai lelaki mempunyai isteri yang mampu “bercerewet”, mengomel
dan banyak omong.
Bahkan Khalifah Umar bin Khattab pun mempunyai isteri yang cerewet, yang melebihi cerewetnya
isteri-isteri sahabat yang lain dan Sang Khalifahpun ketika isterinya sedang bercerewet, maka
beliaupun hanya bisa berdiam diri, tak satupun kata-kata keluar dari mulut beliau dan hanya
mendengarkan isterinya yang sedang gundah.
Dan Sang Khalifahpun tak pernah mengeluh.
Mengapa seorang Khalifah Umar bin Khattab yang sangat disegani oleh lawan maupun kawan, hanya
bisa berdiam diri ketika isterinya bercerewet ?
Mengapa ia hanya mendengarkan, padahal di luar sana, ia selalu tegas pada siapapun ?
Karena Umar bin Khattab akan selalu ingat akan 5 (lima) hal tentang peran isteri terhadap
kelangsungannya sebagai seorang lelaki, yakni :
Sebagai benteng penjaga api neraka
Sebagai lelaki, umumnya kita tidak bisa menundukkan pandangannya, selalu mata kita “jelalatan”
menebar pandangannya, menikmati tubuh-tubuh perempuan di sekitarnya, timbul darah yang
mendesir, bergolak dan bergelegak, hingga membangkitkan syahwat.
Dan inilah kelemahan lelaki.
Maka, adalah sang isteri yang (Insya Allah) akan selalu berada di sisi kita sebagai lelaki, yang akan
mampu menjadi ladang dan sawah bagi laki-laki untuk menyemai benih, menuai buah di kemudian
hari.
Dan, kepada sang isteri inilah satu-satunya tempat untuk mengalirkan syahwat kita, biar lepas dan
bukan adzab yang kelak kita terima
Bersyukurlah kita sebagai lelaki, karena kita malah mendapatkan dua kenikmatan dunia dan akhirat.
Ketika kita terpikat pada liukan perempuan yang lewat di hadapan kita dengan mengobarkan api
syahwat yang luar biasa, maka kita sebagai lelaki yang sudah beristeri wajib ingat pada isteri, pada
penyelamat yang melindungi dari liukan indah namun membakar gelora kita.
Bukankah sang istri kitapun sebenarnya mampu memberikan liukan yang lebih indah dan
menggelorakan daripada yang kita lihat beberapa saat yang lalu ?
Bahklan dari sang isteripun kita mampu dibawanya hingga ke “langit biru”, melambungkan raga kita
hingga “langit ketujuh”.
Lebih dari itu, dari isteri yang sholihah Insya Allah akan selalu menjadi penyemangat kita dalam
mencari nafkah.
Sebagai pemelihara rumah
Ketika kita sebagai seorang suami dan lelaki yang wajib menafkahi isteri dan anak, yang bekerja dari
pagi hingga sore, terkadang hingga berpeluh atau pulang larut.
Dan rutinitas ini, hampir tiap hari kita jalani, tak peduli dengan apapun yang akan kita diperoleh,
pujian atau makian, prestasi atau frustasi, promosi ataupun stagnanisasi, hingga tiba saatnya
mendapatkan rejeki, untuk beli itu dan ini.
Maka, beruntunglah kita mempunyai seorang isteri yang selalu menjaga dan memelihara agar rejeki
yang kita diperoleh dengan keringat, air mata, bahkan darah tak menguap sia-sia
Ada istri yang siap menjadi pemelihara selama 24 jam, tanpa bayaran, bahkan dengan cinta, kasih
sayang, dan rasa memiliki yang tinggi. Niscaya sulit menemukan pemelihara rumah yang lebih
telaten daripada istri kita, maka tak ada salahnya kita mendengarkan omelan istri, karena (mungkin)
ia lelah menjaga harta-harta sang suami yang semakin hari semakin membebani.
Sebagai penjaga penampilan
Umumnya laki-laki tak bisa menjaga penampilan, kulit legampun berpakaiannya dengan warna gelap,
dan tubuh yang tambunpun lebih suka dengan baju bermotif besar.
Antara baju dan celana sering tidak harmoni dan tak sepadan.
Untunglah kita sebagai suami punya penata busana yang setiap pagi menyiapkan pakaianannya,
memilihkan apa yang pantas untuknya, menjahitkan sendiri di waktu luang, menisik bila ada yang
sobek. Suami yang tampil menawan adalah wujud ketelatenan isteri.
Sebagai pengasuh anak-anak
Suami menyemai benih di ladang istri.
Benih tumbuh mekar, sembilan bulan lamanya isteri bersusah payah merawat benih hingga lahir anak
dari buah persemaian kita yang menggembirakan.
Dan tidak berhenti sampai di situ, ia juga merawat anak kita hingga tumbuh menjawadi besar, kokoh
dan kuat .
Maka, ketika pertumbuhan anak tidak sesuai dengan harapan, maka isterilah yang menjadi tumpuan
kesalahan, akan tetapi jika pertumbuhannya patut dibanggakan, maka kita sebagai lelaki akan maju
terlebih dahulu sebagai orang tuanya, seolah-olah kita sendiri mampu membuatnya hingga
merawatnya dan tumbuh menjadi besar.
Padahal, siang malam, pagi sore, dan baik buruknya anak kita beberapa tahun ke depannya tidak
pernah lepas dari sentuhan lembut sang isteri.
Sebagai penyedia hidangan
Pulang kerja, sebagai suami kita akan memikul lelah, energi terkuras setelah beraktifitas seharian.
Maka kita butuh asupan untuk mengembalikan energi.
Di meja makan, kita hanya tahu ada hidangan, dan tak pernah terpikirkan harga bahan makanan
yang kian hari kian melambung, tidak pernah tahu bagaimana isterinya berdebat hanya untuk
menawar harga yang beberapa rupiah saja, tak perlu kita mengiris-iris, memotong-motong,
menumbuk bahan makanan, tak pernah pusing berapa takaran yang sesuai agar makanan menjadi
lezat.
Yang kita tahu hanya ada makanan, dan makan, bahkan sebegitu lezatnya kadang-kadang tidak
menyisakan buat isteri dan anak-anak kita.
Tanpa kita sadari, isteri kita sebenarnya adalah seorang chef yang handal, seorang koki terbaik untuk
kita sehingga ia mampu mencatat dalam memorinya, makanan-makanan yang disuka oleh kita dan
yang kita benci.
Dengan mengingat lima peran ini, seorang Khalifah Umar bin Khattab kerap diam setiap istrinya
mengomel, barangkali ia capek, mungkin dia jenuh dengan segala beban rumah tangga di pundaknya.
Istri telah berusaha membentenginya dari api neraka, memelihara hartanya, menjaga penampilannya,
mengasuh anak-anak, menyediakan hidangan untuknya.
Untuk segala kemurahan hati sang istri, tak mengapa ia mendengarkan keluh kesah buah lelah.
Umar bin Khattab hanya mengingat kebaikan-kebaikan istri untuk menutupi segala cela dan
kekurangannya. Bila istri sudah puas menumpahkan kata-katanya, barulah ia menasehati, dengan cara
yang baik, dengan bercanda. Hingga tak terhindar pertumpahan ludah dan caci maki tak terpuji.
Ia tak hanya berhasil memimpin negara tapi juga menjadi imam idaman bagi keluarganya.
Akankah kita sebagai suami masa kini dapat mencontoh perilaku Umar bin Khattab ini ?
Wallahu A'lam
Ushul Fiqh dan Ulama Ekonomi Syariah
10 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar