sumber : http://www.republika.co.id
Indonesia pernah memiliki seorang ulama ternama di
jazirah Arab. Ia menjadi imam di Masjidil Haram, mengajar di Haramain, menulis
buku yang tersebar di Timur Tengah. Dialah Syekh Nawawi Al Bantani. Namanya sangat terkenal di Saudi
hingga dijuluki “Sayyidul Hijaz”, yakni ulama di kawasan Hijaz. Kefakihannya dalam agama pun membuatnya
dijuluki Nawawi kedua, maksudnya penerus ulama dunia terkenal, Imam Nawawi.
Nama dan gelar lengkap beliau, yakni Abu Abdullah
Al-Mu'thi Muhammad Nawawi bin Umar Al-Tanari Al-Bantani Al-Jawi. Ia lahir di
Kampung Pesisir Desa Tanara, Kecamatan Tirtayasa, Serang, Banten, 1230 Hijriyah
atau 1815 Masehi. Ayahnya, Umar bin Arabi, merupakan seorang ulama di Banten.
Bahkan, ada kabar Syekh Nawawi merupakan keturunan Sunan Gunung Jati dari
Sultan Banten pertama, Maulana Hasanuddin. Syekh Nawawi juga dikabarakan masih
memiliki jalur nasab dari Husein, cucu Rasulullah.
Sejak kecil, ia dibawah didikan sang ayah. Tak heran jika Nawawi kecil telah
terbiasa dengan didikan agama. Tak hanya itu, ayahnya juga mengirimnya kepada
temannya yang juga seorang ulama Banten, KH Sahal, dan seorang ulama di
Purwakarta, KH Yusuf. Baru, pada usia 15 tahun, Syekh Nawawi pergi ke Arab
Saudi. Di tanah kelahiran Islam, ia memantapkan ilmu agamanya. Ulama besar
Saudi menjadi gurunya.
Setelah tiga tahun menempa ilmu di Tanah Suci, Syekh Nawawi kembali ke Tanah
Air. Tapi, saat pulang, ia tak senang dengan kondisi penjajahan Belanda. Ia
kemudian kembali lagi ke Makkah dan menjadi penuntut ilmu. Sejak keberangkatan
itu, ia tak lagi pulang ke Indonesia hingga akhir hayat.
Di Makkah, Syekh giat menghadiri majelis ilmu di Masjidil Haram. Hingga,
kemudian seorang imam masjid utama tersebut, Syekh Ahmad Khatib Sambas meminta
Nawawi untuk menggantikan posisinya. Maka, mulailah Syekh Nawawi menjadi
pengajar dan membuka majelisnya sendiri di Masjidil Haram. Murid syekh
berdatangan dengan jumlah yang banyak. Bahkan, beberapa di antara muridnya
merupakan pemuda asal Indonesia. Salah satu muridnya, yakni KH Hasyim Asy'ari
pendiri Nadlatul Ulama (NU).
Syekh Nawawi mengabdikan hidupnya untuk mengajar. Ia pun terkenal giat menulis
dan menghasilkan banyak karya. Sampai-sampai, banyak manuskripnya disebarkan
bebas kemudian diterbitkan tanpa royalti. Sedikitnya, 34 tulisannya juga masuk
dalam Dictionary
of Arabic Printed Books. Karya lainnya mencapai seratus buku
dari berbagai cabang ilmu Islam.
Di antara bukunya yang terkenal, yakni Tafsir
Marah Labid, Atsimar Al-Yaniah fi Ar-Riyadah al-Badiah, Nurazh Sullam,
Al-Futuhat Al-Madaniyah, Tafsir Al-Munir, Tanqih Al-Qoul, Fath Majid, Sullam
Munajah, Nihayah Zein, Salalim Al-Fudhala, Bidayah Al-Hidayah, Al-Ibriz
Al-Daani, Bugyah Al-Awwam, Futuhus Samad, dan al-Aqdhu Tsamin.
Tak sedikit dari karya-karyanya yang diterbitkan di Timur Tengah. Universitas
Al Azhar Kairo juga pernah mengundang syekh karena karya-karyanya yang digemari
kalangan akademisi.
Buku-bukunya memang tersebar di Mesir. Di universitas Islam tertua itu, syekh
menjadi pembicara dalam sebuah diskusi ilmiah. Meski tak pernah mengajar di ranah nusantara, syekh menyebarkan ilmu melalui
karya kepada masyarakat Indonesia.
Karya-karyanya bahkan menjadi buku wajb di pesantren-pesantren. Bagi komunitas
santri, Syekh Nawawi merupakan mahaguru yang banyak memberikan ilmu mengenai
landasan beragama. Apalagi, ia juga merupakan guru dari sang pendiri NU.
Sehingga, tak sedikit yang menyebut Syekh Nawawi sebagai akar tunjang tradisi
intelektual ormas Islam terbesar di Indonesia tersebut.
Pemikiran
Syekh Nawawi sering kali menyatakan diri sebagai penganut paham Asy'ariyyah dan
Maturidiyyah, sebuah paham yang dilahirkan Abu Hasan Al Asyari dan Abu Manshur
Al Maturidi. Keduanya merupakan kelompok yang memfokuskan diri pada
pembelajaran sifat-sifat Allah. Dari Syekh Nawawi, paham tersebut pun kemudian
tersebar di nusantara.
Adapun dalam mazhab fikih, syekh Nawawi memilih mengikuti Imam Syafi'i. Hal ini
terlihat dari karya-karyanya dalam ilmu fikih. Syekh Nawawi juga mempelajari
ilmu tasawuf dan mengajarkannya. Ia bahkan menulis sebuah karya yang menjadi
rujukan utama seorang sufi. Imam Al Ghazali juga banyak memengaruhi pemikiran
Syekh Nawawi.
Ulama nusantara ternama internasional ini wafat di Syeib A'li, pinggiran Kota
Makkah, pada 25 Syawal 1314 Hijriyah atau 1879 Masehi. Ia kemudian dimakamkan
di pemakaman Ma'la. Hingga kini, masyarakat nusantara, terutama masyarakat
Banten, selalu memperingati hari wafatnya setiap tahun
0 komentar:
Posting Komentar